SISTEM PEMERINTAHAN DESA
PEMERINTAHAN ADALAH
KEBUTUHAN
Masyarakat manusia
sebelum mengenal pemerintahan, mereka hidup dalam komunitas kecil yang sifatnya
:
-
otonom,
-
self sustainable,
-
berpindah – pindah,
-
cenderung mempertahankan diri
Thomas
Hobbes melukiskan kondisi ini sebagai keadaan dimana manusia yang satu menjadi
srigala terhadap manusia yang lain, atau “ Homo homini lopus “
Kebebasan
hanya milik sikuat dan penderitaan hanya milik si lemah,
Dalam
keadaan seperti itu huru hara tidak dapat dihindarkan, keadilan hanya ilusi,
ketertiban hanya impian
Kondisi
demikian pada akhirnya menyebabkan beberapa orang kuat berfikir bijaksana untuk
menciptakan suasana yang tentram dan tertib dalam tatanan kehidupan.
Sehingga
mereka membuat suatu kesepakatan untuk untuk hidup tentram dan tertib, maka
dibuatlah prinsip-prinsip nilai yang kelak dijadikan sebagai aturan hukum
dengan sanksi-sanksi bagi mereka yang melanggar.
Alasan
inilah maka dibutuhkannya kehadiran sebuah pemerintahan dalam semua masyarakat.
TERBENTUKNYA DESA
Awal
terbentuknya desa secara pasti sulit diketahui, akan tetapi mengacu pada
PRASASTI KAWALI di Ciamis Jawa Barat sekitar tahun 1350 M dan PRASASTI WALANDIT
di Tengger Jawa Timur tahun 1381, desa sudah ada sejak dulu.
Istilah
desa pada waktu itu hanya di Jawa dan Madura, sedangkan di daerah lain seperti
aceh MEUNASAH dan GAMPONG, di Sumatera Barat NAGARI.
SEBELUM
MASA PENJAJAHAN
Desa
telah ada sebelum masa penjajahan Belanda dan Jepang, mekanisme penyelenggaraan
pemerintahannya dilaksanakan berdasarkan hukum adat.
MASA
PENJAJAHAN BELANDA
Sejak
pemerintah Belanda menjajah Indonesia
pada mulanya kedudukan hukum desa hanya berlaku bagi desa-desa yang berada di
wilayah Jawa Madura yang di atur dalam INLANDSCHE GEMEENTE ORDONNANTIE ( IGO
Stbld. 1906 No. 83 )
Baru pada
tahun 1938 kedudukan desa untuk wilayah diluar Jawa dan Madura di atur dengan
INLANDSCHE GEMEENTE ORDONNANTIE BUITEN GEWESTEN (IGOB Stbld. 1938 No. 490).
KEPALA
DESA, PAMONG DESA DAN RAPAT DESA
MASA
PENJAJAHAN JEPANG
Sejak
Jepang menjajah Indonesia tanggal 7 Maret 1942 sistem pemerintahan disesuaikan
dengan sistem yang dipakai oleh Negara Jepang, termasuh sistem pemerintahan
desa.
Akan
tetapi karena kekuasaan sangat singkat maka pengaturan tentang pemerintahan desa
belum menyeluruh dilaksanakan, unadang-undang yang dipakai adalah OSAMU SEIREI
NO. 7 TAHUN 1944 TENTANG KEDESAAN
MASA ORDE
LAMA
Undang-undang
pertama kali yang mengatur tentang Desa pasca kemerdekaan yaitu UNDANG-UNDANG
NOMOR 19 TAHUN 1965 TENTANG DESAPRAJA.
MASA ORDE
BARU
Undang-undang
yang dipakai pada masa orde baru adalah UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1979
TENTANG PEMERINTAHAN DESA
MASA
REFORMASI
Undang-undang
yang dipakai pada awal masa reformasi adalah UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999
TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH.
Dalam
masa ini desa tidak diatur tersendiri dalam satu undang-undang akan tetapi hanya
diatur dalam beberapa pasal saja.
Perkembangan
berikutnya sejalan dengan kondisi politik yang berkembang, Undang-undang Nomor
22 Tahun 1999 dirubah dengan UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH.
Berkaitan
dengan pasal-pasal yang mengatur tentang desa maka pemerintah mengeluarkan
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 72 TAHUN 2006 TENTANG DESA sebagai penjabaran yang
mengatur tentang desa.
UNDANG-UNDANG
TENTANG DESA SEJAK DULU SAMPAI DENGAN SEKARANG
1. Hukum
Adat masa sebelum penjajahan.
2. IGO Stbld
1906 Nomor 83 tentang Desa untuk wilayah Jawa dan Madura dan IGOB Stbld 1938
Nomor 490 tentang Desa untuk wilayah diluar Jawa dan Madura, masa Penjajahan
Belanda.
3. Osamu
Seirei Nomor 7 Tahun 1944 tentang Kedesaan, masa Penjajah Jepang
4. Undang-undang
Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja, Masa Orde Lama
5. Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, Masa Orde Baru
6. Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, masa reformasi
7. Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, masa pasca reformasi s/d
sekarang
- PP Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa,
peraturan teknis UU No 32/2004
BENTUK-BENTUK
DESA
1.
DESA ADAT
Merupakan
embrio (cikal-bakal) Desa di Nusantara.
Berbasis
pada suku (genealogis) dan mempunyai batas-batas wilayah.
Punya
otonomi asli, struktur/system pemerintahan asli menurut hukum adat, dan
menghidupi sendiri secara kumunal.
Sering
disebut sebagai self governing community.
Negara
tidak mengurus desa adat, kecuali memberikan pelayanan publik pada warga.
Desa adat
tidak membantu Negara menjalankan urusan-urusan administratif.
Mempunyai
otonomi secara sendirian, tidak ada pembagian kekuasaan dari negara. Negara
hanya mengakui kedudukan, kewenangan asli dan kekayaan desa adat.
2. DESA
ADMINISTRATIF
Mempunyai
batas-batas wilayah yang jelas.
Berada
dalam subsistem (bagian) dari pemerintah Kabupaten / Kota .
Sering
disebut sebagai the local state government.
Otonominya
sanagat terbatas dan tidak jelas.
Sebagai
kepanjangan tangan Negara, menjalankan tugas pembantuan Negara, terutama
pelayanan administratif.
Tidak ada
desentralisasi yang memadai, sehingga desa ini tidak punya perencanaan dan
system keuangan yang otonom.
Bukan
pilihan yang tepat untuk mengembangakan masa depan desa.
3.
DESA OTONOM
Sering
disebut sebagai local self government,
Seperti
daerah.
Sudah
semakin modern, pengaruh adat semakin berkurang.
Bukan
bagian dari kabupaten, tetapi bagian dari NKRI.
Intervensi
negara minimal, tetapi Negara melakukan desentralisasi, supervise dan
fasilitasi.
Negara
Melakukan desentralisasi politik, pembangunan, administrasi dan keuangan kepada
desa.
Desa
mempunyai otonomi dan kewenangan dalam hal perencanaan, pelayanan publik,
keuangan (APBDes),
Mempunyai
system demokrasi lokal.
PENGERTIAN
1.
PENGERTIAN SISTEM
Menurut LUDWIG VB :
“ Sistem merupakan
seperangkat unsur yang saling terikat dalam suatu antar relasi diantara
unsur-unsur tersebut dengan lingkungan “.
Menurut ANATOL
RAPOROT :
“ Sistem adalah
suatu kumpulan kesatuan dan perangkat hubungan satu sama lain “.
2. PENGERTIAN
PEMERINTAHAN
Menurut TALIZIDUHU
NDRAHA :
“ Kegiatan
Pemerintah saja, sehingga apapun yang dilakukan oleh pemerintah itulah
pemerintahan “.
Menurut MAC IVER :
“ Sebagai suatu
organisasi dari orang-orang yang mempunyai kekuasaan bagaimana manusia itu bisa
diperintah “.
Menurut RYASS RASYID
:
“ bahwa Pemerintahan
mengandung makna mengatur, mengurus dan memerintah dalam menyelenggarakan
urusan pemerintahan bagi kepentingan rakyat ”.
3.
PENGERTIAN
DESA
Menurut SUTARJO
KARTO HADI KUSUMA Ë
“ Satu Kesatuan
Hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintah sendiri”.
Menurut BINTARTO
“ Merupakan
Perwujudan atau Kesatuan Geografi, Sosial, Ekonomi, Politik dan Kultural yang
terdapat disitu dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan
daerah lain”.
Menurut Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004
Kesatuan masyarakat hukum, yang memiliki
batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang
diakui dan di hormati dalam system Pemerintahan NKRI.
SISTEM PEMERINTAHAN DESA
KEDUDUKAN DESA
Desa merupakan bagian dari sistem penyelenggaraan
pemerintahan daerah
KEWENANGAN DESA
Urusan yang menjadi kewenangan desa mencakup :
a.
Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa
(Generik),
b.
Urusan pemerintahan yang menjadi menjadi kewenangan kabupaten/kota yang
diserahkan pengaturannya kepada desa (Delegatif)
c.
Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota,
d.
Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan
diserakan kepada desa.
SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA
Pemerintahan Desa terdiri dari Pemerintah Desa dan BPD
Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat
Desa
Perangkat Desa terdiri atas :
a.
Sekretariat Desa
b.
Pelaksana Teknis Lapangan
c.
Unsur Kewilayahan.
KEPALA DESA :
1.
KEPALA DESA, mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan.
2.
Masa Jabatan Kepala Desa 6 Tahun dan dapat diperpanjang kembali untuk
periode berikutnya.
3.
Kepala Desa berkewajiban memberikan :
a)
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (LPPD) kepada Bupati/Walikota
melalui Camat.
b)
Laporan Keterangan Pertanggung jawaban (LKPJ) kepada BPD.
c)
Menginformasikan LPPD kepada masyarakat.
d)
Laporan akhir masa jabatan kepada Bupati/Walikota melalui Camat dan kepada
BPD.
4.
Kepala Desa berhenti karena ; Meninggal dunia, Permintaan Sendiri atau
Diberhentikan.
5.
Kepala Desa Diberhentikan karena :
a)
berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru.
b)
Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap
secara berturut-turut selama 6 bulan.
c)
Tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala desa.
d)
Dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan.
e)
Tidak melaksanakan kewajiban kepala desa.
f)
Melanggar larangan kepala desa.
6.
Kepala Desa diberhentikan sementera oleh bupati tanpa melalui usulan BPD
apabila dinyatakan tindak pidana yang diancam pidana penjara paling singkat 5
tahun berdasarkan putusan pengadilan yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap
dan diberhentikan apabila terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
7.
Kepala Desa diberhentikan sementera
oleh bupati tanpa melalui usulan BPD karena berstatus sebagai tersangka
melakukan Tipikor, terorisme, makar dan tindak pidana terhadap keamanan negara.
Dan diberhentikan apabila terbukti
bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA
1.
BPD berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa yang
mempunyai fungsi : Menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat.
2.
Masa jabatan anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat diusulkan kembali untuk 1
kali masa jabatan berikutnya.
3.
Jumlah anggota BPD paling sedikit 5 orang paling banyak 11 orang.
SUMBER PENDAPATAN DESA
a)
Pendapatan Asli Desa :
- Hasil Usaha Desa
- Hasil Kekayaan Desa
- Hasil swadaya dan partisipasi
- Hasil gotong royong
- Dll pendapatan asli desa yang sah
b)
Bagi Hasil pajak daerah paling sedikit 10 % untuk desa dan dari retribusi
desa.
c)
Bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh
kabupaten / kota untuk desa paling
sedikit 10 % yang merupakan Alokasi Dana Desa (ADD).
d)
Bantuan keuangan dari pemerintah, Pemerintah propinsi dan kabupaten/kota
e)
Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.
